Siang itu suasana
kelas sangat membosankan. Tak terkecuali
bagi Gunadi, siswa kelas
3 SMU Penerus Bangsa yang
juga merupakan salah satu
dari siswa berprestasi
di sekolahnya. Kadang, ia merasa bosan ketika
berada di dalam kelas,
terutama pada saat pelajaran Basa Sunda. Bukan karena
ia benci dengan
pelajaran itu, tetapi cara delivery
sang guru yang
kerap kali membuat muridnya bosan itulah yang
membuat ia tak betah bertahan di kelas.
Di sela-sela pelajaran, Santi, murid
paling cantik di
kelas Gunadi tak
menghiraukan pelajaran yang disajikan
oleh guru Basa Sunda,
Pak Timbang. Ia malah
sibuk mencari pinjaman catatan matematika dengan cara berbisik-bisik pada temannya. Akhirnya ia memutuskan
untuk meminjam buku pada Gunadi.
“Gun, catatan
matematika punyamu lengkap, nggak?” tanya Santi.
“Lengkap, San.” Jawab
Gunadi.
“Boleh pinjem? Aku pulangin
lusa, deh!”
Tanpa basa-basi lagi, Gunadi
langsung menyerahkan tiga tumpuk buku
yang berisi ratusan
rumus itu pada
Santi. Karena bosan akan suasana kelas yang
sedang diisi oleh Pak
Timbang, ia kemudian mengambil headset serta iPodnya
untuk mendengarkan lagu sambil kemudian tertidur,
Just give me
a reason
To keep my
heart beating
Don’t worry; it’s
safe, right here
in my arms
As the world
falls apart around
us
All we can do is hold on,
hold on...
Take my hand,
and bring me back,
yeah…1
Kemudian ia tertidur sembari diiringi lagu rock
dari iPodnya. Meski hanya sekitar
40 menit, Gunadi merasa
bahwa ia tidur dalam durasi
yang cukup lama. Di
dalam tidurnya siang itu, ia
memimpikan seorang perempuan cantik dengan leher sedang
ditarik cukup kuat
dengan dasi oleh
laki-laki yang wajahnya terlihat samar.
“Lepasin saya, Chan!”
pekik perempuan itu di mimpinya.
“Tidak akan, sebelum kamu menyerah
dan berjanji pada saya,
bahwa kamu nggak
akan raih posisi juara kelas semester
ini!” balas laki-laki yang menarik
leher si perempuan itu.
“Chan, ini
hanya masalah sepele, kamu sampai
segininya menyiksa saya?” balas
wanita itu.
“Ta, kapan
sih, kamu akan
biarin saya bahagia?”
tanya lagi si
laki-laki itu.
Lalu, Gunadi terbangun
dari tidurnya karena Sandi, teman sebangkunya
sekaligus saudara kembar Santi
menjahilinya dengan menyipratkan air dingin ke wajahnya. Ia terlihat
shock sekaligus kebingungan. Kira-kira, apa hubungannya
cewek itu denganku? Tanyanya dalam hati.
Ia segera merapikan buku-bukunya yang berserakan dan memasukkannya
ke dalam tas.
Mengingat jam pelajaran Basa Sunda telah berakhir dan setelah
itu tidak ada
jam pelajaran lagi, Gunadi hendak
buru-buru pulang dan
ingin melupakan mimpi itu dengan
segera.
“Gun, buru-buru amat!” seru
Sandi pada Gunadi.
“Iya, mau langsung
balik, nih. Lapar.” Jawab Gunadi.
“Mampir dulu
aja ke rumah, ada
makanan gratis. Asal kau
bersedia lawanku main Call
of Duty.”
“Nggak dulu, San.
Kapan-kapan kudatangi rumah kau dan
main ke sana.
Bukan hendak main
dengan kau, tapi
dengan kembaranmu, Santi. Hahaha!” Canda Gunadi
pada temannya itu.
Selama perjalanan pulang, Gunadi terus-menerus
mencoba melupakan mimpi tentang
perempuan cantik nan malang itu. Sialnya,
semakin ia mencoba melupakan, makin sulit
bayang-bayang mimpi itu pergi meninggalkan otak Gunadi.
Lalu ia merasa
ada suara yang samar berbisik
di telinganya, “Tolong..”. Tak tahu
suara itu bersumber dari mana, Gunadi
mencoba mengabaikan. Sesampainya di rumah, ia langsung bergegas menuju kamarnya dan melanjutkan
tidurnya.
“Ta, sudah berapa
kali saya bilang,
jangan pernah meraih nilai
setinggi mungkin! Berilah aku kesempatan untuk mendapatkan
itu semua!” Seru laki-laki
yang sebelumnya ada di mimpi Gunadi.
“Chan, tolong
lepas cekikanmu ini, Chan! Saya
akan membicarakan hal ini
apabila kamu melepaskan
cekikanmu. Chandra, aku mohon!”
Seru perempuan cantik nan malang
itu pada lelaki
yang diketahui bernama Chandra.
“Tak
ada waktu lagi,
Gita. Saya sudah
lelah bila di
hidup saya ada
orang yang tak
mau mengalah sepertimu.”
Tak
lama kemudian, lelaki bernama
Chandra itu malah
mengencangkan cekikannya pada
perempuan cantik yang
bernama Gita itu.
Gita tak dapat
bergerak lagi, dari
mulutnya keluar banyak
darah dan ia
tak sadarkan diri.
Melihat hal itu,
Chandra langsung tertawa
dan menyimpan mayat
Gita di sumur
tua dekat sekolah yang ternyata itu adalah SMU
Penerus Bangsa, tempat Gunadi saat
ini bersekolah.
Kemudian Gunadi
terbangun dari tidurnya.
Ia menoleh ke
arah jam yang
menunjukkan pukul delapan
malam. Sial, ia
telah tertidur selama
empat jam dan
ia seperti mendapat
kelanjutan mimpi yang
ia dapat saat
tidur di kelas,
tadi siang.
Malam itu,
Gunadi memutuskan untuk
belajar fisika. Materi
yang sedang ia ulas adalah
katrol, entah mengapa
ia ingin mengulas
materi kelas XI.
Salah satu aplikasi
konsep katrol pada
kehidupan sehari-hari adalah
katrol pada sumur.
Kemudian, ia kaget
melihat gambar sumur
yang ada di
bukunya perlahan mengeluarkan
tetesan darah. Ia
lalu mengucek matanya,
dan melihat pada
gambar sumur itu
tidak ada apa-apa
kecuali rumus katrol.
Tak lama, ia
merasa lapar. Ia bergegas menuju lemari
es di dapur untuk
mengambil beberapa lembar roti tawar. Saat
kembali ke
kamarnya, ia melihat
dinding kamarnya penuh
dengan coretan merah
bertuliskan “Gunadi, tolong
saya!”, sontak ia
berteriak sekencang mungkin
hingga membuat orangtuanya
menghampiri kamar Gunadi.
“Ada
apa, Gun? Jangan
bikin kaget bapak
bisa, kan?” tanya
bapak Gunadi yang
keheranan.
“Pak,
itu di kamar
saya banyak coretan
darah!” seru Gunadi
yang ketakutan.
“Mana,
Gun? Dinding kamarmu
bersih! Jangan ngaco
kamu, Gun!”
“Gunadi
nggak ngaco, pak!”
“Sudah
bapak bilang, kamu
jangan banyak berkhayal.
Kamu tahu, kamu
ganggu bapak yang
baru saja tidur!
Sudah, bapak tak
mau dengar lagi
kamu teriak-teriak nggak
jelas! Tidur sana!”
Seru bapak Gunadi
yang dibuat marah
oleh anaknya sendiri.
Ketika kembali
ke kamarnya, Gunadi
melihat ke sekeliling
dinding kamarnya dan
kaget, ia tidak
menemukan tulisan apapun.
Dinding kamarnya bersih
seperti sedia kala.
Lalu ia melanjutkan
belajarnya dan tertidur
di meja belajar.
***
Seminggu setelah
kejadian itu, Gunadi
masih saja dihantui
oleh mimpi tentang
orang bernama Gita
dan Chandra. Entah
apa kaitan dirinya
dan kedua orang
itu sampai-sampai ia harus terlibat
dalam kasus pembunuhan
gadis cantik bernama
Gita. Terkadang ia
melamun di kelas
dan mengabaikan pelajaran,
hanya karna perempuan
bernama Gita, yang
tak pernah ia
kenal sebelumnya.
Saat jam istirahat, Gunadi dan
Sandi bergegas ke kantin, hendak membeli
bakso. Saat menunggu
pesanan bakso, mereka mengobrol tentang keadaan SMU Penerus
Bangsa pada saat puluhan tahun lalu.
“Gun, tahu
tak kau, dulu di
sekolah ini pernah ada pembunuhan!”
seru Sandi.
“Serius kau, San?”
tanya Gunadi yang
matanya langsung terbelalak.
“Kau tahu
aku, kan, aku
jarang sekali bercanda. Aku serius, makanya kau dengar
dulu ceritaku ini, Gun.”
“Pembunuhan ini hanya
karena masalah sepele. Katanya, si pembunuh mendambakan peringkat tertinggi di sekolah,
tapi tak pernah
diraih oleh orang
itu. Sampai-sampai ia membunuh bintang kelas yang katanya
juga kembang desa waktu
itu, Gun.” Jelas
Sandi.
Mendengar cerita
Sandi, Gunadi langsung
kaget. Apa yang diceritakan
oleh Sandi sama persis
dengan apa yang ada di mimpinya. Mungkinkah ini hanya kebetulan?
Atau memang kenyataan
di masa lalu?
Pertanyaan itulah yang kali ini berkecamuk
di dalam pikirannya.
Ia hanya bisa terdiam, merenungi mimpi tentang
Chandra dan Gita
yang sudah seminggu
ini menjadi bunga tidurnya.
“Dan katanya,
Gun, itu si pembunuh ada penyakit
jiwa juga, jadi
tak heranlah, kalau dia membunuh gadis desa itu dengan cara mencekik.”
Tambah Sandi.
Kemudian pesanan
bakso mereka datang.
Sambil melahap baksonya,
Gunadi langsung menceritakan
apa yang mengganggu
pikirannya selama seminggu
ini pada Sandi.
Sandipun kaget mendengar
penjelasan Gunadi yang
sama persis dengan
apa yang ia
ceritakan pada Gunadi
sebelumnya.
Setelah mendengar
keluh kesah Gunadi
mengenai mimpi tentang
Chandra dan Gita,
mereka kembali ke
kelas. Saat itu
Santi mengembalikan buku
catatan matematika milik
Gunadi, lalu saat
ia dengan asal
membuka lembar buku
paling belakang, Gunadi,
Sandi dan Santi
melihat tulisan dengan
tinta darah bertuliskan
“Tolong saya, Gun..
selamatkan raga saya
di sumur.” Mereka
bertiga sontak kaget
dan melempar buku
itu ke lantai.
Santi keheranan dengan apa
yang sedang terjadi.
Ia
kemudian mendengar cerita
dari saudara kembarnya
dan Gunadi. Setelah
mengerti tentang apa yang
mengakibatkan munculnya tulisan
darah tersebut, mereka
bertiga memutuskan untuk
memecahkan masalah ini.
Mereka hendak membuat
arwah Gita tenang
di alam sana.
***
Hari minggu
siang, Gunadi, Sandi
dan Santi memutuskan
untuk pergi ke
sumur tua yang
berlokasi dekat sekolah
mereka, SMU Penerus
Bangsa. Suasana sekitar
sumur itu agak
mencekam, mengingat daerah
ini tak pernah
dikunjungi oleh siapapun.
Ditambah dengan adanya
pohon-pohon besar di
sekitar sumur tua
tersebut yang membuat
orang-orang segan untuk
menghampiri sumur itu.
“Yakin
kita ke sini,
San, Gun?” tanya
Santi yang sepertinya
mulai ketakutan.
“Yakin,
lah!” Jawab Gunadi.
“Kenapa,
San? Kau takut,
hey? Apalah gunanya
kembaranmu ini kalau
kau sedang ketakutan,
wahai Santi?” tanya
Sandi pada saudara
kembarnya.
“Takut.
Di sini suasanyanya
lebih mencekam dari
tempat yang pernah
aku datangi sebelumnya,
San!” seru Santi.
“Tak
perlu takut, San.
Kau tak sendirian,
kan? Kau aman
di sini, kalau
ketakutan kau bisa
berlindung di ketiakku,
San!” Tawar Sandi
pada Santi.
Kemudian mereka menghampiri sumur tua itu
dengan penuh rasa takut. Saat menengok ke arah
dasar sumur, mereka kaget dengan adanya
badan manusia yang
berlumuran darah terletak
di dasar sumur
tua itu. Mereka
tak mengerti cara
mengangkat jasad tersebut.
Lalu, mereka menelepon
kantor polisi terdekat
agar kasus ini
ditangani oleh pihak
yang berwajib saja.
Tak
lama setelah itu,
dua buah mobil
polisi dan satu
buah mobil ambulance
datang ke lokasi
penemuan jasad yang
diduga adalah jasad
milik Gita, perempuan
yang dibunuh oleh
Chandra tersebut. Mereka
lalu menenangkan diri
mereka di kedai
susu dekat SMU
Penerus Bangsa yang
tetap buka pada
hari Minggu.
***
Beberapa hari setelah penyelidikan, jasad Gita
akhirnya dikuburkan di tempat
pemakaman umum setempat. Gunadi, Sandi dan Santipun
mengucapkan terima kasih
pada polisi dan tenaga medis
setempat yang membantu mereka menyelidiki kasus pembunuhan
tersebut. Gunadipun
sudah tak diganggu oleh
mimpi menyeramkan mengenai
Gita dan Chandra
lagi, kiranya mungkin
arwah Gita sudah
tenang.
Mereka bertiga lalu pergi ke kedai
susu dekat tempat
mereka bersekolah saat ini, sebagai
perayaan atas berhasilnya
mereka menyelamatkan jasad siswi
yang telah berada di
dasar sumur selama
berpuluh-puluh tahun lamanya.
“Gun, gimana? Kau lega
sekarang, kan? Tak
diganggu mimpi seram
itu lagi, kan?” tanya Sandi
yang memastikan bahwa Gunadi
sudah benar-benar tak diganggu oleh mimpi itu.
“Tenang,
San, aku sudah tak diganggu lagi. Jadi kau tak
perlu khawatir.” Jawab Gunadi.
Tak lama kemudian, handphone milik Gunadi berdering,
tanda ada pesan masuk. Saat
dibuka, itu berasal
dari nomor yang
tak ia kenali. Awalnya, ia kaget ketika
baru membuka pesan itu. Kemudian, ia langsung memberikan handphonenya agar pesan tersebut dibaca oleh
Santi dan Sandi.
“Apa isinya, Gun?” tanya Santi.
“Kau baca dulu sajalah,
San.” Jawab Gunadi.
Sepasang saudara kembar itu kaget setelah
membaca pesan di
handphone milik Gunadi.
Rupanya, itu bertuliskan “Terima kasih, Gun.
Saya sudah tenang. Saya tak tahu dengan apa saya
membalas jasa dan keberanianmu, serta teman-temanmu. Sekali lagi terima kasih,
Gun.”.
Mungkin anggapan bahwa
Gunadi sudah tidak
diganggu lagi oleh
Gita tidak sepenuhnya
betul, karena ia
masih mendapat pesan
yang diduga dari
Gita. Namun, setelah
hari itu, Gunadi
benar-benar tak diganggu
oleh siapapun, tentunya
kecuali oleh cara delivery materi
Basa Sunda oleh
Pak Timbang yang
berantakan itu.
1 :
Lirik lagu The Beginning, dinyanyikan oleh band One OK Rock
Ps: Ini sebenernya tugas akhir Bahasa Indonesia kelas 12 semester 1, dan guru gue ngelarang pake bahasa gue-lo, makanya agak aneh ya pake aku-kau. Hahaha!